TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH
EPIDEMIOLOGI
SKRINING
Disusun Oleh:
Adah Ittikhadah I1A015004
Indriani I1A015014
Erina Indriani I1A015036
Silvy Amalia I1A015040
Devita Anggraeni I1A015104
Ramon Buano I1A015126
Arya Adhi N G1B013044
Dosen Pengampu:
Devi Octaviana S.KM,
M.Si.
KEMENTERIAN RISET,
TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU
KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN
MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berbagai jenis penyakit baik penyakit menular
maupun penyakit tidak menular sekarang banyak bermunculan. Banyak pula penyakit
yang disebabkan oleh gaya hidup sehingga timbul penyakit baru. Beberapa
penyakit bersifat kronis sehingga dapat membahayakan kesehatan dan mempunyai
beberapa kaitan dengan mental emosionalnya.
Saat ini perhatian penyakit tidak
menular semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin
tinggi. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya adalah penyakit
tidak menular. Keadaan ini terjadi di dunia, baik di Negara maju maupun Negara
dengan ekonomi rendah dan menengah (Putri dan Isfandiari, 2013).
Penyakit
kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna.
Walaupun tidak semua penyakit mengancam jiwa, tetapi akan menjadi beban ekonomi
bagi individu, keluarga, dan komunitas secara keseluruhan. Penyakit kronis akan
menyebabkan masalah medis, sosial dan psikologis yang akan membatasi aktifitas
manusia sehingga akan menyebabkan penurunan quality of life (Yenny dan Herwana,
2006).
Hasil
penelitian menunjukkan sebasar 11,58% penduduk usia 15 tahun di Indonesia tahun
2007 mengalami gangguan mental emosional. Selain itu, sebasar 3,5% penduduk
Indonesia mengalami paling tidak satu dari enam penyakit kronis berikut yaitu
TBC, DM, tumor atau keganasan, stroke, hepatitis atau lever, dan jantung.
Penyakit jantung, stroke, kanker dan penyakit kronis lainnya sering dianggap
menjadi masalah kesehatan masyarakat hanya untuk Negara-negara berpenghasilan
tinggi, padahal sebetulnya tidak. Pada kenyataannya, hanya 20% dari kematian
penyakit kronis terjadi di Negara berpenghasilan tinggi, sementara 80% terjadi
di Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang menjadi sebagian besar
keberadaan penduduk dunia (Widakdo dan Besral, 2013).
Menurut Harlan (2006), skrining untuk
pengendalian penyakit adalah pemeriksaan orang-orang asimptomatik untuk
mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau
tidak mengidap penyakit (as likely or
unlikely to have disease).
Skrining merupakan salah satu komponen
pelayanan kesehatan yang modern. Alasannya adalah untuk mendeteksi penyakit
pada awal asymptomatic individu dan untuk mengurangi angka morbiditas (Saquib,
Saquib, dan Loannidis, 2015).
Dengan
adanya kegiatan skrining, masyarakat dapat mengetahui terlebih dahulu apakah ia
terkena suatu penyakit atau tidak melalui beberapa proses. Sehingga masyarakat
dengan mudah melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit tersebut.
Adapun
pengertian, tujuan, syarat, macam dan validitas maupun reliabilitas skrining
akan dijelaskan dalam makalah ini yang berjudul “SKRINING”
B. Tujuan
Tujuan pembuatan
makalah skrining ini adalah:
1. Mengetahui
apa itu skrining.
2. Mengetahui
tujuan diadakannya skrining.
3. Mengetahui
syarat agar skrining dapat dilakukan dengan baik.
4. Mengatahui
macam-macam skrining.
5. Mengetahui
validitas dan reliabilitas dari skrining.
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Skrining
Dibawah
ini dijelaskan beberapa pengertian skrinning menurut ahli.
Menurut Harlan (2006), skrining untuk
pengendalian penyakit adalah pemeriksaan orang-orang asimptomatik untuk
mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau
tidak mengidap penyakit (as likely or
unlikely to have disease).
Contoh uji skrining antara lain
pemeriksaan Rontgen, pemeriksaan sitologi,
dan pemeriksaan tekanan darah. Uji skrining tidaklah bersifat diagnostik. Orang-orang dengan
temuan positif atau mencurigakan harus dirujuk ke dokter untuk diagnosis dan
pengobatannya (Harlan, 2006).
Secara garis besar, skrining adalah cara
untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau
pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang
yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita
(Amiruddin dkk, 2011).
sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSUnWh_ST2s22OzP9r80OYm-1jpf_gQp6FySOrkJsuqZAhze4Rq |
Amiruddin, dkk (2011), mengemukakan pula
mengenai cara untuk mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dan
menemukan penyakit sebelum menimbulkan gejala dapat dilakukan dengan cara
berikut:
1. Deteksi
tanda dan gejala dini
Dalam
hal mendeteksi tanda dan gejala dini diperlukan pengetahuan tentang tanda dan
gejala tersebut yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat. Dengan
cara demikian, timbulnya kasus baru dapat segera diketahui dan diberikan
pengobatan. Biasaya penderita datang untuk mencari pengobatan setelah penyakit
menimbulkan gejala dan mengganggu kegiatan sehari-hari yang berarti penyakit
telah berada dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan ketidaktahuan dan
ketidakmampuan penderita.
2. Penemuan
kasus sebelum menimbulkan gejala
Penemuan
kasus ini dapat dilakukan dengan mengadakan
skrining terhadap orang-orang yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita
penyakit. Diagnosis dan pengobatan penyakit yang diperoleh dari
penderita yang datang untuk mencari pengobatan setelah timbul gejala relatif
sedikit sekali dibandingkan dengan penderita tanpa gejala.
B.
Tujuan
Skrining
Tujuan
dan sasaran skrining menurut Noor (1997), sebagai berikut:
1. Mendapatkan
mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh
pengobatan.
2. Mencegah
meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik
dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
4. Mendidik
dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan
untuk selalu waspada atau melakukan pengamatan terhadap setiap gejala dini.
5. Mendapat
keterangan epidemiologi yang berguna bagi klinisi dan peneliti.
Menurut
Budiarto dan Anggraeni (2002), bahwa tujuan skrining adalah:
1. Deteksi
dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-orang
yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit yaitu orang yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena penyakit (population
at risk).
2. Dengan
ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas
hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya
dan tidak menjadi sumber penularan hingga epidemi dapat dihindari.
Menurut Morton et al (2008), tujuan
skrining adalah untuk mencegah penyakit atau akibat penyakit dengan
mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam riwayat alamiah
ketika proses penyakit dapat diubah melalui intervensi. Terdapat tiga tingkatan
pencegahan yang pada umumnya ditargetkan di dalam program-program skrining:
1. Pencegahan
primer, ditujukan kepada orang-orang yang tidak memiliki gejala atau asymptotic untuk mengidentifikasi faktor
resiko dini penyakit guna menahan proses patologi sebelum timbul gejala.
Contohnya, mengidentifikasi orang-orang dalam tahap awal gangguan toleransi glukosa, dan
mengendalikan berat badan serta pola makan mereka untuk mencegah kemunculan diabetes.
2. Pencegahan
sekunder, ditujukan kepada orang-orang dalam proses awal penyakit untuk memperbaiki
prognosis. Contohnya, mengidentifikasi orang-orang pengidap diabetes yang tidak
terdeteksi atau tidak teramati untuk meningkatkan toleransi glukosa guna
mencegah.
3. Pencegahan
tersier, ditujukan kepada orang-orang yang mengalamikomplikasi untuk mencegah
dampak lanjutan komplikasi tersebut. Contohnya, melakukan skrining pada
orang-orang untuk mendeteksi riwayat retinopatidiabetik agar mendapat
pengobatan laser untuk mengendalikan perdarahan retina (retinal hemorrhages) dan mencegah kebutaan.
C. Kriteria dalam Menyusun
Program Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program
penyaringan, diharuskan memenuhi beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan
khusus yang merupakan persyaratan suatu tes penyaringan.
a. Penyakit
yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam masyarakat dan
dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut.
b. Tersedianya
obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi mereka yang dinyatakan
menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyedia obat dan keterjangkauan
biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.
c. Tersedianya
fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan positif
serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif melalui
diagnosis klinis.
d. Tes
penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup lama dan
dapat diketahui melalui pemeriksaan /tes khusus.
e. Tes
penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan
spesifitivitas dan spesifisitasnya.
f. Semua
bentuk/teknik dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus dapat diterima
oleh masyarakat secara umum.
g. Sifat
perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan pasti.
h. Adanya
suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang
dinyatakan menderita penyait tersebut.
i.
Biaya yang digunakan
dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir pemeriksaan harus
seimbang dengan risiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut.
j.
Harus dimungkinkan
untuk diadakan pemantauan (follow up)
terhadap penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan
dapat dilaksanakan (Noor, 2008).
D.
Kriteria
Skrining
Menurut Carr (2014), beberapa kriteria
harus dipertimbangkan dalam melakukan pengembangan program skrining. Kriteria
tersebut dapat sepenuhnya dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi sama sekali.
Penentuan kelompok sasaran skrining
berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Kondisi/penyakit
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Jenis penyakit yang tepat
untuk skrining :
·
Merupakan penyakit yang
serius, misalnya penyakit kanker payudara ini sangat berbahaya apabila tidak
segera ditangani.
·
Pencegahan sebelum
terjadi gejala muncul itu lebih baik daripada setelah gejala muncul, misalnya
hindari kegemukan, kurangi makaan lemak, usahakan hanya mengkonsumsi makanan
yang mengandung vitamin A dan C, olahraga secara teratur, dan chek-up payudara sejak dini secara
teratur.
·
Prevalensi penyakit
pre-klinik harus lebih tinggi pada populasi yang diskrining
b. Harus
ada cara pengobatan untuk penderita yang ditemukan dengan skrining, misalnya
pada kasus kanker payudara penderita yang diketahui terpapar penyakit harus
segera dilakukan pengobatan sesuai dengan tipe dan stadium yang dialami
penderita. Seperti pembedahan, radiotherapy,
therapy hormone, chemotherapy, dan pengobatan herceptin.
c. Terseda
fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan, misalnya pada kasus kanker payudara
di rumah sakittelah tersedia pelayanan untuk mendiagnosis dan mengobati
penyakit kanker payudara.
d. Harus
dikenal simtomatik dini dan masa laten.
e. Tidak
berbahaya dan dapat diterima masyarakat.
f. Harus
ada cara pemeriksaan yang cocok, misalnya pada kasus kanker payudara deteksi
dini yang paling sederhana adalah sadari atau mammografi.
g. Diketahui
riwayat alamiah penyakit. pada kanker payudara sejak ditemukan prakanker sampai
terjadinya kanker memerlukan waktu yang lama yaitu lebih dari satu tahun.
h. Harus
ada kebijakan yang dianggap penderita
i.
Biaya skrining
(termasuk diagnosis dan pengobatan) seimbang dengan biaya medis keseluruhan.
j.
Penemuan kasus
merupakan proses yang berlangsung terus menerus, misalnya pada kasus kanker
payudara ini didapatkan data selama satu tahun tiap bulannya.
Masalah
yang termasuk dalam kriteria skrining :
·
Harus terdapat
kebutuhan yang diidentifikasi.
·
Terdapat uji skrining
yang dapat diterima.
·
Strategi intervensi
harus tersedia.
·
Tanpa adanya intervensi
dini, penyakit dapat berdampak buruk.
·
Menargetkan program
skrining.
·
Uji skrining harus
memiliki kualitas tertentu.
·
Individu yang berisiko
harus memiliki kecenderungan yang kuat agar ikut berpartisipasi dalam skrining
yang ditawarkan (Carr, 2014).
E.
Macam-macam
Skrining
Menurut Bustan (2002),
macam-macam skrining yang dapat dilakukan dalam bidang kesehatan adalah:
1.
Mass scrining
Merupakan penyaringan yang dilakukan
pada seluruh penduduk.
2.
Selectif scrining
Penyaringan yang dilakukan terhadap
kelompok penduduk tertentu.
3.
Single disease scrining
Merupakan penyaringan yang hanya
ditunjukan pada suatu jenis penyakit misalnya penyaringan untuk mengetahui
penyakit TBC.
4.
Multiphase scrining
Merupakan penyaringan untuk
mengetahui kemungkinan adanya beberapa penyakit pada individu, misalnya
penyaringan kesehatan pada pegawai sebelum bekerja.
5.
Chase
Finding Screning
Adalah
screening
yang dilakukan karena penemuan kasus
baru
6.
Penyaringan
Yang Ditargetkan
Penyaringan
yang dilakukan pada kelompok-kelompok yang terkena paparan yang spesifik.
F.
Validitas
Validitas adalah kemampuan daripada tes
penyaringan untuk memisahkan mereka yang betul-betul menderita terhadap mereka
yang betul-betul sehat atau dengan kata lain besarnya kemungkinan untuk
menempatkan setiap individu pada keadaan yang sebenarnya. Validitas ditentukan
dengan melakukan pemeriksaan di luar tes penyaringan untuk diagnosis pasti,
dengan ketentuan bahwa biaya dan waktu yang digunakan pada setiap pemeriksaan
diagnostik lebih besar daripada yang dibutuhkan pada penyaringan. Ada dua
komponen yang menentukan tingkat validitas, yakni: (1) nilai sensivitas yaitu
kemampuan dari suatu tes penyaringan yang secara benar menempatkan mereka yang
betul-betul menderita pada kelompok penderita; dan (2) nilai spesifitas yaitu
kemampuan daripada tes tersebut yang secara benar menempatkan mereka yang
betul-betul tidak menderita pada kelompok sehat. (Noor, 2008).
Menurut (Murti, 1997), validitas
mempersoalkan akurasi peneliti dalam mengamati mengukur, mewawancarai,
menginterpretasikan, mencatat, mengolah informasi yang diperoleh dari subjek
penelitian. Validitas dalam pengertian itu disebut validitas pengukuran
(validitas instrumen). Validitas pengukuran mencakup sejumlah dimensi:
1. Validitas Muka
Validitas
muka adalah fakta yang mempersoalkan kemampuan model pertanyaan dalam suatu
instrumen untuk merefleksikan variabel yang hendak diukur, dan untuk dapat
ditafsirkan responden dengan benar.
2. Validitas
Isi
Validitas
isi adalah fakta yang mempersoalkan kemampuan instrumen meliputi semua
substansi variabel yang hendak diukur.
3. Validitas
Kriteria
Validitas
kriteria adalah fakta yang
mempersoalkan akurasi instrumen yang baru (murah), relatif dibandingkan dengan
instrumen yang ideal (mahal).
4. Validitas
Konstruk
Validitas
konstruk adalah fakta yang mempersoalkan relevansi pengukuran instrumen
terhadap konteks teori yang berlaku.
Untuk kepentingan validitas diperlukan beberapa
perhitungan tertentu menurut Noor (2008), sebagai berikut:
a. Positif
sebenarnya, yaitu mereka yang oleh tes penyaringan dinyatakan menderita dan
yang kemudian didukung oleh diagnosis klinis yang positif.
b. Positif
palsu yaitu mereka yang oleh tes penyaringan dinyatakan menderita, tetapi pada
diagnosis klinis dinyatakan sehat/negatif.
c. Negatif
sebenarnya yaitu mereka yang pada penyaringan dinyatakan sehat dan pada
diagnosis klinis ternyata betul sehat.
d. Negatif
palsu yaitu mereka yang pada tes penyaringan dinyatakan sehat, tetapi oleh
diagnosis klinis ternyata menderita.
Konsep validitas dapat juga dipandang
dari sudut kebenaran hasil akhir (out come)
penelitian. Tanpa mengesampingkan validitas pengukuran (yakni, suatu kegiatan
penting dalam proses riset), validitas dalam riset epidemiologi menekankan
kebenaran penaksiran parameter populasi sasaran berdasarkan statistik sampel.
Tergantung tujuan penelitian, parameter yang dimaksud bisa berwujud: (1) Ukuran
frekuensi pada populasi sasaran; atau (2) Pengaruh paparan faktor penelitian
terhadap kejadian penyakit pada populasi sasaran (Murti, 1997).
G. Reliabilitas
Screening
Azwar (2003)
menyatakan bahwa reliabilitas merupakan salah-satu ciri atau karakter utama
instrumen pengukuran yang baik. Sudjana (2004) menyatakan bahwa reliabilitas
alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa
yang dinilainya.
Reliabilitas
meliputi dua aspek (Khotari,1985) :
1.
Stabilitas
(stability) adalah konsistensi hasil
atau pengukuran ke pengukuran lainnya oleh seorang pengamat, terhadap subyek
penelitian yang sama dan dengan instrumen yang sama. Stabilitas dalam jargon
yang lebih populer disebut sebagai konsistensi intra-pengamat.
2.
Kesamaan
(equivalence) adalah konsistensi
antara hasil pengukuran seorang pengamat dan hasil pengukuran oleh pengamat
lainnya,terhadap subjek penilitian yang sama dan dengan instrumen yang sama.
Kesamaan dalam jargon yang lebih populer disebut sebagai konsistensi antar-pengamat.
Dalam hal
tingkat reliabilitas maka ada dua faktor utama yang perlu
diperhatikan, antara lain:
a.
Variasi
dari cara penyaringan yang sangat dipengaruhi oleh stabilitas alat tes atau regensia
yang digunakan, serta fluktuasi keadaan dari nilai yang akan diukur (contohnya:
tekanan darah yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan alat yang
digunakan).
b.
Kesalahan
pengamatan atau perbedaan pengamat yang meliputi adanya nilai yang berbeda
karena dilakukan oleh pengamat yang berbeda, atau adanya kesalahan walaupun
dilakukan oleh pengamat yang sama.
Untuk
meningkatkan nilai reliabilitas tersebut diatas maka dapat dilakukan beberapa
usaha tertentu.
a.
Pembakuan/standarisasi
cara penyaringan
b.
Peningkatan
dan pemantapan keterampilan pengamat melalui training
c.
Pengamatan
yang cermat pada setiap nilai hasil pengamatan
d.
Menggunakan
dua atau lebih penagamat untuk setiap pengamatan
e.
Memperbesar
klasifikasi (kelompok) kategori yang ada,terutama bila kondisi penyakit juga
bervariasi/bertingkat (Noor, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Ridwan., dkk. 2011. Modul Epidemiologi Dasar. Sumatra Utara:
Universitas Hasanuddin.
Azwar, Saefuddin. 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Budiarto, E dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Bustan,
MN. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Carr, Susan., Unwin, Nigel., Tanja
Pless-Mulloli. 2014. Kesehatan Masyarakat
dan Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Harlan, Johan. 2008. Epidemiologi Kebidanan. Jakarta:
Universitas Gunadarma.
Morton, R.F., J. Richard H dan Robert
J.McCarter. 2008. Epidemiologi dan
Biostatistika: Panduan Studi Edisi 5. Alih bahasa: Aprinangsih. Ed: Fema
Solekhah B.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Murti, Bhisma. 1997. Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Noor, Nur Nasry. 1997. Dasar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
___. 2003. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
___. 2008. Epidemiologi. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Putri, Nurlaili HK dan Muhammad Atoillah
Isfandiari. 2013. “Hubungan Empat Pilar Pengendalian dalam DM Tipe 2 dengan
Rerata Kadar Gula Darah”. Journal Berkala
Epidemiologi. Vol 1. Nomor 2: 234-243.
Saquib, Nazmus., Juliann Saquib, dan
John PA Loannidis. 2015. “Does Screening for Disease Save Live in Asymptomatic
Adults? Systematic Review of Meta-analyses and Randomized Trials”. Internasional Journal of Epidemiology.
Vol 0. Nomor 0.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Yenny dan Elly Herwana. 2006.
“Prevalensi Penyakit Kronis dan Kualitas Hidup pada Lanjut Usia di Jakarta
Selatan”. Universa Medicina. Vol: 25. Nomor 4.
Glosarium
Chemotherapy
|
: pencegahan dan penyembuhan terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan bahan kimia ke dalam tubuh.
|
Diagnostik
|
: ilmu untuk menentukan jenis penyakit
berdasarkan gejala yang ada.
|
Epidemi
|
: penyakit menular yg berjangkit dengan cepat
di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban, masalah penyakit yg tidak
secara tetap berjangkit di daerah itu; wabah.
|
Epidemiologi
|
: ilmu tentang penyebaran penyakit menular pada manusia dan faktor yang
dapat mempengaruhi penyebaran itu.
|
Fluktuasi
|
: perubahan; ketidaktepatan.
|
Instrumen
|
: sarana penelitian untuk mengumpulkan data
sebagai bahan pengolahan.
|
Intervensi
|
: campur tangan dalam perselisihan antara dua
pihak.
|
Intervensi
|
: campur tangan dalam perselisihan anatar dua
pihak (orang, golongan, negara, dan sebagainya).
|
Komplikasi
|
: penyakit yang baru timbul kemudian sebagai
tambahan pada penyakit yang sudah ada.
|
Mammografi
|
: proses pemeriksaan payudara manusia
menggunakan sinar X dosis rendah
|
Masa Laten
|
: waktu tersembunyi; terpendam; tidak kelihatan
(tetapi mempunyai potensi untuk muncul.
|
Patologi
|
: ilmu tentang penyakit.
|
Potensial
|
: mempunyai kemampuan, kesanggupan,
kekuatan;daya berkemampuan
|
Prevalensi
|
: jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi
pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.
|
Prognosis
|
: peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu
penyakit, sebuah perkiraan kemungkinan hasil akhir gangguan atau penyakit,
baik dengan atau tanpa pengobatan.
|
Radiotherapy
|
: pengobatan penyakit dengan radiasi.
|
Relevansi
|
: hubungan; kaitan.
|
Retina
|
: lapisan terdalam dari bola mata yang
mengubah cahaya menjadi impuls listrik yang dikirimkan ke otak untuk
menciptakan gambar.
|
Retinopati diabetik
|
: kerusakan progresif pembuluh darah di
retina yang disebabkan oleh kadar gula darah tinggi (hiperglikemia).
|
Rontgen
|
: alat potret yang menggunakan sinar X dapat
menembus bagian-bagian dalam tubuh.
|
Sensitivitas
|
: kepekaan.
|
Sitologi
|
: ilmu tentang susunan fungsi dan sel.
|
Toleransi
|
: batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan.
|
0 komentar:
Posting Komentar